Minggu, 27 Februari 2011

Undang-Udang Republik Indonesia Tentang Pengelolaan Zakat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 38 TAHUN 1999
TENTANG
PENGELOLAAN ZAKAT


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

a.   bahwa Republik Indonesia menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
     beribadat menurut agamanya masing-masing;
b.   bahwa penunalan zakat mcrupakan kewajiban umat Islam Indonesia yang mampu
     dan hasil, pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang potensial bagi upaya
     mewujudkan,kesejahteraan masyarakat;
c.   bahwa zakat merupakan pranata keagamaaan untuk mewujudkan keadilan sosial
     bagi seluruh rakyat Indonesia dengan memperhatikan masyarakat yang kurang
     mampu;
d.   bahwa upaya penyempurnaan sistem pengelolaan zakat perlu terus ditingkatkan
     agar pelaksanaan , zakat lebih, berhasil guna dan berdaya guna serta
     pelaksanaan zakat dapat dipertanggungjawabkan;
e.   bahwa berdasarkan hal-hal.tersebut pada butir a, b, c, dan d, perlu dibentuk
     Undang-undang tentang Pengelolaan Zakat;


Mengingat :

1.   Pasal 5, ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 29, dan Pasal 34 Undang-Undang
     Dasar 945;
2.   Ketetapan Mejelis Permusyawaratan Rakyat Nomor X/MPR/1998 tentang
     Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam rangka Penyelamatan dan Normalisasi
     Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara;
3.   Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara
     Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tunbahan Lembaran Negara Nomor 3400);
4.   Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
     Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);


Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA

M e m u t u s k a n :
Menetapkan :
           UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT


                              BAB I
                          KETENTUAN UMUM
                             Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1.   Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
     pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta
     pendayagunuan zakat
2.   Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang
     dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan
     kepada yang berhak menerimanya;
3.   Muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang
     berkewajiban menunaikan zakat.
4.   Mustahiq adalah orang atau badan yang, berhak menerima zakat.
5.   Agama adalah Agama Islam.
6.   Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya
     meliputi bidang agama.


                             Pasal 2

     Setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam dan mampu atau badan yang
dimiliki oleh orang muslim berkewajiban menunaikan zakat.


                             Pasal 3

     Pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan, dan pelayanan
Kepada muzakki, mustahiq, dan amil zakat.


                             BAB II
                         ASAS DAN TUJUAN
                             Pasal 4

     Pengelolaan zakat berasaskan iman dan taqwa, keterbukaan, dan kepastian
hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.


                             Pasal 5
   
     Pengelolaan zakat bertujuan :
1.   meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan
     tuntutan agama;
2.   meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan
     kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial;
3.   meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat.


                             BAB III
                   ORGANISASI PENGELOLAAN ZAKAT
                             Pasal 6

(1)  Pengelolaan zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk oleh
     pemerintah.
(2)  Pembentukan badan amil zakat :
     a. nasional oleh Presiden atas usul Menteri;
     b. daerah propinsi oleh gubernur atas usul kepala kantor wilayah departemen
        agama propinsi;
     c. daerah kabupaten atau daerah kota oleh bupati atau wali kota atas usul
        kepala kantor departemen agama kabupaten atau kota;
     d. kecamatan oleh camat atas usul kepala kantor urusan agama kecamatan.
(3)  Badan amil zakat di semua tingkatan memiliki hubungan kerja yang bersifat
     koordinatif, konsulatif, dan informatif.
(4)  Pengurus badan amil zakat terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah yang
     memenuhi persyaratan tertentu.
(5)  Organisasi badan amil zakat terdiri atas unsur pertimbangan, unsur pengawas,
     dan pelaksana.


                             Pasal 7

(1)  Lembaga zakat dikukuhkan, dibina, dan dilindungi oleh pemerintah.
(2)  Lembaga amil zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi per-
     syaratan yang diatur lebih lanjut oleh Menteri.


                             Pasal 8

     Badan amil zakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan lembaga amil zakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 mempunyai tugas pokok mengumpulkan,
mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.


                             Pasal 9

     Dalam melaksanakan tugasnya, badan amil zakat dan lembaga amil zakat
bertanggung jawab zakat bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan
tingkatnya.


                             Pasal 10

     Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja badan amil
zakat ditetapkan dengan Keputusan Menteri.


                              Bab IV
                         PENGUMPULAN ZAKAT
                             Pasal 11

(1)  Zakat terdiri atas zakat mal dan zakat fitrah
(2)  Harta yang dikenai zakat adalah :
     a. emas, perak dan uang
     b. perdagangan dan perusahaan
     c. hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan;
     d. hasil pertambangah;
     e. hasil peternakan;
     f  hasil pendapatan dan jasa;
     g. rikaz.
(3)  Penghitungan zakat mal menurut nishab, kadar, dan waktunya ditetapkan
     berdasarkan hukum agama.


                             Pasal 12

(1)  Pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil zakat dengan cara menerima atau
     mengambil dari muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki;
(2)  Badan amil zakat dapat bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat
     harta muzakki yang berada di bank atas permintaan muzakki.


                             Pasal 13

     jawab kepada pemerintah sesuai dengan selain zakat, seperti infaq, shadaqah,
hibah, tingkatannya, wafat, waris, dan kafarat.


                             BAB IV
                        PENGUMPULAN ZAKAT
                             Pasal 11

(1)  Muzakki melakukan penghitungan sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya
     berdasarkan hukum agama.
(2)  Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya
     sebagaimana dimaksud pada ayat (1), muzakki dapat meminta bantuan kepada
     badan amil zakat atau badan amil zakat memberikan bantuan kepada muzakki
     untuk menghitungnya.
(3)  Zakat yang telah dibayarkan kepqda badan amil zakat atau lembaga amil zakat
     dikurangkan dari laba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang
     bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


                             Pasal 15
   
     Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh badan amil zakat ditetapkan
dengan keputusan menteri.


                              BAB V
                       PENDAYAGUNAAN ZAKAT
                             Pasal 16

(1)  Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan ketentuan
     agama.
(2)  Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan
     mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif.
(3)  Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat sebagaimana
     dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan menteri.


                             Pasal 17

     Hasil penerimaan infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 didayagunakan terutama untuk usaha yang
produktif.


                              BAB VI
                            PENGAWASAN
                             Pasal 18

(1)  Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas badan amil zakat dilakukabn oleh unsur
     pengawas sebagaimana dimaksud dalam (3) Pasal 6 ayat (5)
(2)  Pimpinan unsur pengawas dipilih langsung oleh anggota.
(3)  Unsur pengawas berkedudukan di semua tingkatan badan amil zakat.
(4)  Dalam melakukan perneriksaan keuangan badan amil zakat, unsur pengawas dapat
     meminta bantuan akuntan publik.


                             Pasal 19

     Badan amil zakat memberikan laporan tahunan pelaksanaan tugasnya kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah sesuai dengan tingkatannya.


                             Pasal 20

     Masyarakat dapat berperan serta dalam pengawasan badan amil zakat dan
Lembaga amil zakat.


                             BAB VII
                            S A N K S I
                             Pasal 21

(1)  Setiap pengelola zakat yang karena kelalainnya tidak mencatat atau mencatat
     dengan tidak benar harta zakat, infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan
     kafarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 12, dan Pasal 13 dalam
     undang-undang ini diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan
     dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
(2)  Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) di atas meruPakan pelanggaran.
(3)  Setiap petugas badan amil zakat dan petugas lembaga amil zakat yang
     melakukan tindak pidana kejahatan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan
     perundang-undangan yang berlaku.


                             BAB VIII
                      KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
                             Pasal 22

     Dalam hal muzakki berada atau menetap di luar negeri, pengumpulan
zakatnya dilakukan oleh unit pengurnpul zakat pada perwakilan Republik Indonesia,
yang selanjutnya diteruskan kepada badan amil zakat Nasional.


                             Pasal 23

     Dalam menunjang pelaksanaan tugas baclan amil zakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, pemerintah wajib membantu biaya operasional badan amil zakat.


                              BAB IX
                        KETENTUAN PERALIHAN
                             Pasal 24

(1)  Semua peraturan perundang-undangan yang . mengatur pengelolaan zakat
     masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti
     dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.
(2)  Selambat-lambatnya dua tahun sejak diundangkannya undang-undang ini,
     setiap organisasi pengelolaan zakat yang telah ada wajib menyesuaikan
     menurut ketentuan Undang-undang ini.


                              BAB X
                         KETENTUAN PENUTUP
                             Pasal 25

     Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
     Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Undang-undang ini
Dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


                                             Disahkan di Jakarta
                                        pada tanggal 23 September 1999

                                          PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                                     ttd.
                                           BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE


      Diundangkan di Jakarta
  pada tanggal 23 September 1999


 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
       REPUBLIK INDONESIA,

             ttd.

          M U L A D I


            LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 164



PENJELASAN
A T A S
UNDANG-UNDANG REPUBLIK
NOMOR 38 TAHUN 1999
TENTANG
PENGELOLAAN ZAKAT


     Memajukan kesejahteraan umum merupakan salah satu tujuan nasional negara
Republik Indonesia yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, bangsa Indonesia senantiasa
Melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik materiil dan mental spiritual,
antara lain melalui pembangunan di bidang agama yang mencakup terciptanya suasana
kehidupan beragama yang penuh keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
meningkatkan akhlak mulia, terwujudnya kerukunan hidup umat beragama yang dinamis
sebagai landasan persatuan dan kesatuan bangsa, dan meningkatnya peran serta
masyarakat dalam pembangunan nasional. Guna mencapai tujuan tersebut, perlu
dilakukan berbagai upaya, antara lain dengan menggali dan memanfaatkan dana
melalui zakat.
     Zakat sebagai rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu untuk
membayarnya dan diperuntukkan bagi mereka yang berhak menerimanya. Dengan
pengelolaan yang. baik, zakat merupakan sumber dana potensi al yang dimanfaatkan
untuk memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat.
     Agar menjadi sumber dana yang dimanfaatkan bagi kesejahtcraan masyarakat
terutama untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan menghilangkan
kesenjangan sosial, perlu adanya pengelolaan zakat secara profesional dan
bertanggung jawab yang dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah. Dalam hal
ini pemerintah berkewajiban memberikan pelindungan, pembinaan, dan pelayanan
kepada muzakki, mustahiq, dan pengelola zakat. Untuk maksud tersebut, perlu
adanya undang-undang tentang pengelolaan zakat yang berasaskan iman dan takwa
dalam rangka mewujudkan keadilan sosial, kemaslahatan, keterbukaan, dan kepastian
hukum sebagai pengamalan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
     Tujuan pengelolaan zakat adalah meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
penunaian dan dalam pelayanan ibadah zakat, meningkatnya fungsi dan peranan
pranata keagamaan dalam upaya mewuJudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan
sosial, serta meningkatkannya hasil guna dan daya guna zakat.
     Undang-undang tentang Pengelolaan Zakat juga mencakup pengelolaan infaq,
shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat dengan perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengawasan agar menjadi pedoman bagi muzaki dan mustahiq, baik
perseorangan maupun badan hukum dan/atau badan usaha.
     Untuk menjamin pengelolaan zakat sebagai amanah agama, dalam undang-undang
ini ditentukan adanya unsur pertimbangan dan unsur pengawas yang terdiri atas
ulama, kaum cendekia, masyarakat, dan pemerintah serta adanya sanksi hukum
terhadap pengelola.
     Dengan dibentuknya Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat diharapkan dapat
ditingkatkan kesadaran muzakki untuk menunaikan kewajiban zakat dalam rangka
menyucikan diri terhadap harta yang dimilikinya, mengangkat derajat mustahiq, dan
meningkatnya keprofesionalan pengelola zakat, yang semuanya untuk mendapatkan
ridha Allah SWT

PENJELASAN PASAL DEMI PASAL.
   
Pasal 1
     Cukup jelas

Pasal 2
     Cukup jelas

Pasal 3
     Cukup jelas

Pasal 4
     Cukup jelas

Pasal 5
     Cukup jelas

Pasal 6
     Ayat (1)
     Yang dimaksud dengan pemerintah adalah pemerintah.pusat dan pemerintah
     daerah.

     Pemerintah pusat, membentuk badan amil zakat Nasional, yang berkedudukan
     di ibu kota Negara.

     Pemerintah daerah membentuk badan amil zakat daerah yang berkedudukan di
     ibu kota propinsi, kabupaten atau kota dan.kecamatan

     ayat (2)
     huruf a
     cukup jelas

     huruf b
     cukup jelas

     huruf c
     cukup jelas

     huruf d
     Badan amil zakat kecamatan dapat membentuk unit pengumpul zakat di desa
     atau di kelurahan.

     Ayat (3)
     Cukup jelas

     Ayat (4)
     Yang dimaksud dengan masyarakat ialah ulama, kaum cendekia, dan tokoh
     masyarakat setempat.
   
     Yang dimaksud dengan memenuhi persyaratan. tertentu, antara lain, memiliki
     sifat amanah, adil, berdedikasi, profesional, dan berintegritas tinggi

     ayat (5)
     Unsur pertimbangan dan unsur pengawas terdiri atas para ulama, kaum
     cendekia, tokoh masyarakat, dan wakil Pemerintah.

     Unsur pelaksana terdiri atas unit administrasi, unit pengumpul, unit
     pendistribusi, dan unit lain sesuai dengan kebutuhan.

     Untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat, dapat dibentuk unit pengumpul
     zakat sesuai dengan kebutuhan di instansi Pemerintah dan swasta, baik di
     dalam negeri maupun di luar negeri.

Pasal 7
     Ayat (1)
     1embaga amil zakat adalah institusi pengelolaan zakat yang Sepenuhnya
     dibentuk atas prakarsa masyarakat, dan oleh masyarakat.

     Ayat (2)
     Lembaga amil zakat adalah institusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya
     dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat.

     Ayat (2),
     Cukup.jelas

Pasal 8
     Agar.tugas pokok dapat lebih berhasil guna dan berdaya guna, badan amil
     zakat perlu melakukan tugas lain seperti" penyuluhan, dan pemantauan.

Pasal 9
     Cukup jelas

Pasal 10
     Cukup jelas

Pasal 11
     Ayat (1)
     Zakat mal adalah bagian harta yang disisihkan oleh seorang muslim atau
     badan yang dimiliki o1eh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk
     diberikan, kepada yang berhak menerimanya.
     Zakat fitrah adalah sejumlah, bahan makanan pokok yang dikeluarkan pada
     Bulan Ramadhan oleh setiap orang, muslim bagi dirinya dan bagi orang yang
     Ditanggungnya yang memiliki kelebihan makanan pokok untuk sehari pada hari
     Raya Idul Fitri.

     Ayat (2)
     Cukup jelas
     Ayat (3)
     Nishab adalah jumlah minimal harta kekayaan yang wajib dikeluarkan
     zakatnya.

     Kadar zakat adalah besarnya penghitungan atau persentase zakat yang
     harus dikeluarkan.

     Waktu zakat dapat terdiri atas haul atau masa pemilikan harta kekayaan
     selama dua belas bulan Qomariah, tahun Qomariah, panen, atau pada
     saat menemukan rikaz.

Pasal 12
     Ayat (1)
     Dalam.melaksanakan tugasnya, badan amil zakat harus bersikap proaktif
     melalui kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi.
   
     Ayat,(2)
    .Yang dimaksud dengan bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat
     adalah memberikan kewenangan kepada bank berdasarkan persetujuan nasabah
     selaku muzakki untuk memungut zakat harta simpanan muzakki yang kemudian
     diserahkan kepada badan amil zakat.

Pasal 13
     Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan :
     infaq adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan, di luar zakat,
     untuk kemaslahatan umum;
   
     shadaqah adalah harta, yang dikeluarkan, seorang muslim atau, badan yang
     dimiliki oleh orang muslim, di luar zakat, untuk kemaslahatan Umum;
   
     hibah adalah pemberian uang atau barang oleh seorang atau oleh badan yang
     dilaksanakan,pada waktu orang itu, hidup kepada badan amil zakat atau
     lembaga amil zakat;

     wasiat adalah pesan untuk memberikan suatu barang kepada badan amil zakat
     atau lembaga arnil zakat; pesan itu baru dilaksanakan sesudah pemberi wasiat
     meninggal dunia dan sesudah diselesaikan penguburannya dan pelunasan
     utang-utangnya, jika ada;
   
     waris adalah."harta tinggalan seorang yang beragama Islam, yang diserahkan .
     kepada badan amil zakat atau, lembaga amil zakat berdasarkan ketentuan
     perundang-undangan yang berlaku;
   
     Kafarat adalah denda wajib yang dibayar kepada badan amil zakat atau lembaga
     amil zakat oleh orang yang melanggar ketentuan agama.

Pasal 14
     Ayat (1)
     Cukup jelas
   
     Ayat (2)
     Cukup jelas

     Ayat (3)
     Pengurangan zakat dari laba/pepdapatan sisa kena pajak dimaksudkan agar
     wajib pajak.tidak terkena beban ganda, yakni kewajiban membayar zakat dan
     pajak kesadaran membayar zakat dapat memacu kesadaran membayar, pajak.

Pasal 15
     Cukup jelas
   
Pasal 16
     Ayat (1)
     Cukup jelas
   
     Ayat (2)
     Mustahiq delapan ashnaf ialah fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim,
     sabilillah, dan ibnussabil, yang di dalam aplikasinya dapat meliputi
     orang-orang yang paling tidak berdaya secara ekonomi seperti anak yatim,
     orang jompo, Penyandang cacat, orang yang menuntut ilmu, pondok pesantren,
     anak terlantar, orang yang terlilit utang, pengungsi yang terlantar, dan
     korban bencana alam.
   
     Ayat (3)
     Cukup jelas

Pasal 17
     Pendayagunaan infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat diutamakan
     untuk usaha yang produktif agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

     Pengadministrasian keuangannya dipisahkan dari pengadministrasian keuangan
     zakat.

Pasal 18
     Ayat (1)
     Cukup jelas

     Ayat (2)
     Cukup jelas

     Ayat (3)
     Cukup jelas

     Ayat (4)
     Cukup jelas

Pasal 19
     Cukup jelas

Pasal 20
     Peran serta masyarakat diwujudkan dalam bentuk :
     a. memperoleh informasi tentang pengelolaan zakat yang dikelola oleh badan
        amil zakat dan lembaga amil zakat;
     b. menyampaikan saran dan pendapat kepada badan ami1 zakat dan lembaga amil
        zakat;
     c. memberikan laporan atas terjadinya penyimpangan pengelolaan zakat.

Pasal 21
     Cukup jelas

Pasal 22
     Cukup jelas

Pasal 23
     Cukup jelas

Pasal 24
     Ayat (1)
    .Selama ini ketentuan tentang pengelolaan zakat diatur dengan keputusan dan
     instruksi menteri. Keputusan tersebut adalah Keputusan Bersama Menteri Dalam
     Negeri Republik Indonesia dan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 29
     dan 47 Tahun 1991 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah
     diikuti dengan Instruksi Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1991
     tentang Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah dan Instruksi
     Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1998 tentang Pembinaan
     Umum Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah.

     Ayat (2)
     Cukup jelas

Pasal 25
     Cukup jelas


            TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3885


Sumber : zakat-mulhari.blogspot.com

KEKAYAAN YANG WAJIB ZAKAT

Pengertian Kekayaan

Quran tidak memberikan keterangan yang detail tentang jenis kekayaan yang wajib zakat, dan syarat-syarat apa yang mesti dipenuhi, dan berapa besar yang harus dizakatkan. Persoalan tersebut disampaikan melalui Sunnah Nabi.
Memang terdapat beberapa jenis kekayaan yang disebutkan Quran seperti: emas dan perak (9:34); tanaman dan buah-buahan (6:141); penghasilan dari usaha yang baik (2:267); dan barang tambang (2:267). Namun demikian, lebih daripada itu Quran hanya merumuskannya dengan rumusan yang umum yaitu "kekayaan" ("Pungutlah olehmu zakat dari kekayaan mereka,....." QS 9:103).
Kekayaan hanya bisa disebut kekayaan apabila memenuhi dua syarat yaitu : dipunyai dan bisa diambil manfaatnya. Inilah definisi yang paling benar menurut Yusuf Al-Qaradhawy dari beragam definisi yang dijumpai.
Terdapat 6 syarat untuk suatu kekayaan yang terkena wajib zakat:
1. Milik penuh
2. Berkembang
3. Cukup senisab
4. Lebih dari kebutuhan biasa
5. Bebas dari hutang
6. Berlalu setahun


Syarat Pertama : Milik Penuh

Kekayaan pada dasarnya adalah milik Alloh. Yang dimaksud pemilikan disini hanyalah penyimpanan, pemakaian, dan pemberian wewenang yang diberikan Alloh kepada manusia, sehingga seseorang lebih berhak menggunakan dan mengambil manfaatnya daripada orang lain.
Istilah "milik penuh" maksudnya adalah bahwa kekayaan itu harus berada di bawah kontrol dan di dalam kekuasaannya. Dengan kata lain, kekayaan itu harus berada di tangannya, tidak tersangkut di dalamnya hak orang lain, dapat ia pergunakan, dan faedahnya dapat dinikmatinya.
Konsekuensi dari syarat ini adalah tidak wajibnya zakat bagi :
·  Kekayaan yang tidak mempunyai pemilik tertentu
·  Tanah waqaf dan sejenisnya
·  Harta haram. Karena sesungguhnya harta tersebut tidak syah menjadi milik seseorang
·  Harta pinjaman. Dalam hal ini wajib zakat lebih dekat kepada sang pemberi hutang (kecuali bila hutang tersebut tidak diharapkan kembali). Bagi orang yang meminjam dapat dikenakan kewajiban zakat apabila dia tidak mau atau mengundur-undurkan pembayaran dari harta tersebut, sementara dia terus mengambil manfaat dari harta tersebut. Dengan kata lain orang yang meminjam telah memperlakukan dirinya sebagai "si pemilik penuh".
Simpanan pegawai yang dipegang pemerintah (seperti dana pensiun). Harta ini baru akan menjadi milik penuh di masa yang akan datang, sehingga baru terhitung wajib zakat pada saat itu.


Syarat Kedua : Berkembang

Pengertian berkembang yaitu harta tersebut senantiasa bertambah baik secara konkrit (ternak dll) dan tidak secara konkrit (yang berpotensi berkembang, seperti uang apabila diinvestasikan).
Nabi tidak mewajibkan zakat atas kekayaan yang dimiliki untuk kepentingan pribadi seperti rumah kediaman, perkakas kerja, perabot rumah tangga, binatang penarik, dll. Karena semuanya tidak termasuk kekayaan yang berkembang atau mempunyai potensi untuk berkembang. Dengan alasan ini pula disepakati bahwa hasil pertanian dan buah-buahan tidak dikeluarkan zakatnya berkali-kali walaupun telah disimpan bertahun-tahun.
Dengan syarat ini pula, maka jenis harta yang wajib zakat tidak terbatas pada apa yang sering diungkapkan sebahagian ulama yaitu hanya 8 jenis harta (unta, lembu, kambing, gandum, biji gandum, kurma, emas, dan perak). Semua kekayaan yang berkembang merupakan subjek zakat.


Syarat Ketiga: Cukup Senisab

Disyaratkannya nisab memungkinkan orang yang mengeluarkan zakat sudah terlebih dahulu berada dalam kondisi berkecukupan. Tidaklah mungkin syari’at membebani zakat pada orang yang mempunyai sedikit harta dimana dia sendiri masih sangat membutuhkan harta tersebut.
Dengan demikian pendapat yang mengatakan hasil pertanian tidak ada nisabnya menjadi tertolak. (Besarnya nisab untuk masing-masing jenis kekayaan dijelaskan pada bab lain).


Syarat Keempat: Lebih dari Kebutuhan Biasa

Kebutuhan adalah merupakan persoalan pribadi yang tidak bisa dijadikan patokan besar-kecilnya. Adapun sesuatu kelebihan dari kebutuhan itu adalah bagian harta yang bisa ditawarkan atau diinvestasikan yang dengan itulah pertumbuhan/perkembangan harta dapat terjadi.
Kebutuhan harus dibedakan dengan keinginan. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan rutin, yaitu sesuatu yang betul-betul diperlukan untuk kelestarian hidup; seperti halnya belanja sehari-hari, rumah kediaman, pakaian, senjata untuk mempertahankan diri, peralatan kerja, perabotan rumah tangga, hewan tunggangan, dan buku-buku ilmu pengetahuan untuk kepentingan keluarga (karena kebodohan dapat berarti kehancuran).
Kebutuhan ini berbeda-beda dengan berubahnya zaman, situasi dan kondisi, juga besarnya tanggungan dalam keluarga yang berbeda-beda. Persoalan ini sebaiknya diserahkan kepada penilaian para ahli dan ketetapan yang berwenang.
Zakat dikenakan bila harta telah lebih dari kebutuhan rutin. Sesuai dengan ayat 2:219 ("sesuatu yang lebih dari kebutuhan...") dan juga hadits "zakat hanya dibebankan ke atas pundak orang kaya", dan hadits-hadits lainnya.


Syarat Kelima: Bebas dari Hutang

Pemilikan sempurna yang dijadikan persyaratan wajib zakat haruslah lebih dari kebutuhan primer, dan cukup pula senisab yang sudah bebas dari hutang. Bila jumlah hutang akan mengurangi harta menjadi kurang senisab, maka zakat tidaklah wajib.
Jumhur ulama berpendapat bahwa hutang merupakan penghalang wajib zakat. Namun apabila hutang itu ditangguhkan pembayarannya (tidak harus sekarang juga dibayarkan), maka tidaklah lepas wajib zakat (seperti halnya hutang karena meng-kredit sesuatu).


Syarat Keenam: Berlalu Setahun

Maksudnya bahwa pemilikan yang berada di tangan si pemilik sudah berlalu masanya dua belas bulan Qomariyah. Menurut Yusuf Al-Qaradhawy, persyaratan setahun ini hanyalah buat barang yang dapat dimasukkan ke dalam istilah "zakat modal" seperti: ternak, uang, harta benda dagang, dll. Adapun hasil pertanian, buah-buahan, madu, logam mulia (barang tambang), harta karun, dll yang sejenis, semuanya termasuk ke dalam istilah "zakat pendapatan" dan tidak dipersyaratkan satu tahun (maksudnya harus dikeluarkan ketika diperoleh).
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para shahabat dan tabi'in mengenai persyaratan "berlalu setahun" baik karena sendiri maupun karena tambahan dari yang sudah ada, tanpa mempersyaratkan satu tahun. (Pembahasan lebih jauh mengenai hal ini Insya Alloh akan kita jumpai pada pembahasan zakat profesi/pendapatan).
Namun demikian sesuatu yang tidak diperselisihkan sejak dulu adalah bahwa zakat kekayaan yang termasuk zakat modal di atas hanya diwajibkan satu kali dalam setahun.

bersambung…



Sumber: Sari Penting Kitab Fiqih Zakat, Dr. Yusuf Al-Qaradhawy (dengan perubahan seperlunya)
nash Al-Qur’an yang terkait
Q.S. At Taubah (9) : 34
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,
Q.S. Al An’am (6) : 141
Dan Dialah yang menjadikan tanaman-tanaman yang merambat dan yang tidak merambat, pohon kurma, tanaman yang bermacam-macam rasanya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak serupa (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.
Q.S. Al Baqoroh (2) : 267
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Q.S. At Taubah (9) : 103
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
[658]. Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda
[659]. Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.
Q.S. Al Baqoroh (2) : 219
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar[136] dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya." Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,
[136]. Segala minuman yang memabukkan.

Perda Bukit Tinggi Tentang Pengelolaan Zakat

PERATURAN DAERAH KOTA BUKITTINGGI

NOMOR 29 TAHUN 2004


TENTANG

PENGELOLAAN ZAKAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BUKITTINGGI,

Menimbang
:
a.       bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban bagi Umat Islam yang mampu dan diperuntukkan bagi mereka yang berhak menerimanya, disamping hasil pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang potensial bagi upaya mewujudkan kesejahtraan masyarakat terutama dalam mengentaskan masyarakat dari keiniskinan dan menghilangkan kesenjangan sosial.
b.      bahwa dalam rangka menindaklanjuti pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, maka Pengelolaan Zakat yang dilakukan oleh masyarakat bersama Pemerintah Daerah harus secara profesional dan bertanggung jawab, dimana Pemerintah Daerah berkewajiban memberikan perlindungan dan pelayanan kepada Muzakki, Mustahik, serta pembinaan dan pedoman bagi pengelola zakat itu sendiri;
c.       bahwa untuk mewujudkan hal tersebut pada huruf a dan b di atas, perlu di tetapkan dengan Peraturan Daerah



Mengingat
:
1.         Undang-undang Nomor 9 tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Besar Dalam Llngkungan Daerah Propinsi Suma tera Tengah (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 20);
2.         Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127);
3.         Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentarig Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49 Tambahari Lembaran Negara Nomor 3400);
4.         Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahari Lembaran Negara Nomor 3839);
5.         Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164, Tambahari Lembaran Negara Nomor 2885);
6.         Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordlinasi
Kegiatan Instansi Vertikal di.Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahari Lembaran Negara Nomor 3373);
7.         Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999. tentang Teknik Penyusunan Peraturan Prundang-undangan, Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 70);
8.         Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 2000 tentang Kedudukan.
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Instansi
Vertikal Departemen Agama, sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2002;
9.         Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 373 Tahun
2003 tentang Pelaksanaan Undarig-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat;
10.     Peraturan Daerah Kota Bukittinggi Nomor 02 Tahun 2001 tentang Perencanaan Strategis Pemerintah Kota Bukittinggi Tahun 2001 — 2005 (Lemabaran Daerah Kota Bukittinggi 2001 Nomor 19).



Dengan persetujuan
DEWAN PER WAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BUKITTINGGI
MEMUTUSKAN
Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH KOTA BUKITTTNGGI TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1.       Daerah adalah Daerah Kota Bukittinggi.
2.       Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Rukittinggi.
3.       Walikota adalah WaliKota Bukittinggi.
4.       Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang disingkat dengan DPRD adalah Dewan Perwakiian Rakyat Daerah Kota Bukittinggi
5.       Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang agama.
6.       Kepala Kantor Departemen Agama adalah Kepala Kantor Departemen Agama Kota bukittinggi.
7.       Pemerintah adalah Pemerintah Pusat dari Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
8.       Badan Amil Zakat yang disingkat dengan BAZ adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh Pemerintah terdiri dari unsur masyarakat dan Pemerintah dengan tugas mengumpulkan mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.
9.       Lembaga Amil Zakat yang disingkat LAZ adalah intitusi pengelolaan zakat ditingkat Pusat dan Propinsi yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh Pemerintah dengan persyaratan tertentu untuk melakukan kegiatan pengumpulan pendistribusian dan pendayagunaan zakat sesuai dengan ketentuan agama.
10.   Unit Pengumpul Zakat yang disingkat dengan UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh Badan Amil Zakat Kota Bukittinggi dengan tugas mengumpulkan zakat melayani Muzakhi yang herada pada Desa/Kelurahari, Instansi Pemerintah, BUMN, BUMD, Perusahaan Swasta, Mesjid dan lembaga-lembaga keagamaan.
11.   Zakat adalah Zakat Mal dan Zakat Fithrah.
12.   Zakat Mal adalah harta Yang wajib disisihkan oleh sesorang muslim atau badan yang dimiliki oleh seseorang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
13.   Zakat Fitrah adalah sejumlah bahari makanan pokok atau nilainya yang dikeluarkan pada Bulan Ramadhari oleh seseorang Muslim bagi dirinya dan bagi yang ditanggungnya yang memiliki kelebihari makan pokok atau nilainya unluk sehari pada hari Raya Idul Fithri.
14.   Pengelolaan Zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat
15.   Muzakki adalah orang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang herkevajiban menunaikan zakat
16.   Mustahiq adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat.
17.   Agama adalah Agama Islam.
18.   lnfaq adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan di luar zakat untuk kemaslahatan umum.
19.   Sahadaqah adalah harta yang di.keluarkan seseorang muslim atau badan yang dilaksanakan pada waktu orang itu hidup kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat.
20.   Hibbah adalah peberian uang atau harang oleh seseorang atau oleh badan yang dilaksanakan pada waktu orang itu hidup kcpada Badan Amil Zakat atau Lcmbaga Amil Zakat.
21.   Wasiat adalah pesan untuk memberikan suatu barang kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat. Pesan itu baru dilaksanakan sesudah pemberi wasiat meninggl dunia dan sesudah menyelesaikan penguburannya dan pelunasan hutang-utangnya, jika ada.
22.   Waris adalah harta peninggalan seseorang yang beragama Islam yang diserahkan kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
23.   Kafarat adalah denda wajib yang dibayarkan kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat oleh seseorang yang melanggar ketentuan agama.

BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN


Pasal 2


Peraturan Daerah yang mengatur tentang Pengelolaan Zakat ini dimaksudkan untuk memerikan pelayanan serta perlindungan dan pembinaan kepada para Muzakki. Mustahiq, Badan Amil Zakat.

Pasal 3
Peraturan Daerah ini bertujuan antara lain :
1.       Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan Zakat sesuai dengan tuntunan agama
2.       Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
3.       Meningkatkan hasil guna dan daya guna Zakat.


BAB III
NAMA, OBJEK DAN SUBJEK
Pasal 4


(1)    Dengan nama Pengeolaan Zakat, maka pengelolaan Zakat diatur melalui kegiatan perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistrihusian serta pendayagunaan Zakat itu..
(2)    Objek Pengelolaan Zakat adalah Zakat yang dikumpulkan dan diterima untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan Agama.
(3)    Subjek Pengelola Zakat adalah orang Islam atau Badan Milik Orang Islam.

BAB IV
ORGANISASI PENGELOLA ZAKAT
Pasal 5
(1)    Badan Amil Zakat Kota Bukittinggi dibentuk dengan nKeputusan Walikota yang susunan kepengurusannya diusulkan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kota Bukittinggi.
(2)    Susunan Kepengurusannya sebgaimana dimaksud pada ayat (1) diatas terdiri dari Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana yang personilnya diusulkan kepada Walikoita setelah melalui Tahapan-tahapan sebgai berikut :
a.       Membentuk Tim penyeleksi yang terdiri atas unsur Ulama, Cendekia, Tenaga terkait serta unsur Pemerintah.
b.       Menyusun kriteria calon pengurus Badan Amil Zakat Daerah Kota Bukittinggi.
c.        Mempublikasikan rencana pemhentukkan Badan Amil Zakat Daerah Kota Bukittinggi secara luas kepada Masyarakat.
d.       Melakukan penyeleksian terhadap calon pongurus Badan Amil Zakat Daerah Kota
Bukittinggi sesuai dengan keahliannya.
e.       Calon pengurus diusulkan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kota Bukittinggi untuk ditetapkan menjadi pengurus Badan Amil Zakat Kota Bukittinggi
(3)    Calon Pengurus Badan Amil Zakat tersebut harus memilki sifat amanah, mempunyai visi dan misi, berdedikasi, profesional dan berintegritas tinggi

Pasal 6
Lembaga Amil Zakat yang disingkat dengan LAZ adalah Institusi pengelola Zakat yang hanya ada ditingkat Pusat dan ditingkat Propinsi yang dibentuk oleh Masyarakat dan dikukuhkan oleh Menteri Agama ditingkat Pusat dan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi untuk Tingkat Propinsi dengan persyaratan tertentu untuk melakukan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat sesuai dengan ketentuan agama.

BAB V
URAIAN TUGAS, TATA KERJA PENGURUS
BADAN AMIL ZAKAT


Bagian Kesatu
Uraian Tugas


Pasa! 7
1)      Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) memberikan pertimbangan, fatwa, saran dan rekomendasi tentang Pengembangan Hukum dan pemahaman  mengenai Pengclolaan Zakat.
2)      Dewan Pertimbangan mempunyai tugas
a.       Menetapkan garis-garis kebijakan Umum Badan Amil Zakat. bersama Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana.
b.       Mengeluarkan fatwa syari’ah baik diminta maupun tidak berkaitan dengan hukum zakat yang wajib diikuti oleh Pengurus Badan Amil Zakat.
c.       Memberikan pertimbangna saran dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas.
d.       Menampung, mengolah dan menyampaikan pendapat umat tentang Pengelolaan Zakat.

Pasal 8
(1)    Koinisi Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) melaksanakan pengawasan intemal atas operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan terlaksana.
(2)    Komisi Pengawas mempunyai tugas :
a.       Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan.
b.       Mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan.
c.       Mengawasi operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana, yang mencakup pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan.

Pasal 9
(1)    Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (2) melaksanakan kebijakan Badan Amil Zakat dalam program pengumpulan, penyaluran, dan pendayagunaan Zakat.
(2)    Badan Pelaksana mempunyai tugas :
a.       Membuat rencana kerja yang meliputi rencana pengempulan, penyaluran dan pendayagunaan Zakat.
b.       Melaksanakan operasional pengelolaan Zakat sesuai dengan rencana kerja yang telah disahkan dan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
c.       Menyusun laporan tahunan.
d.       Menyampaikan laporan pertanggung jawaban kepada Walikota,
e.       Bertindak dan bertanggungjawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat ke dalam maupun keluar.


Pasal 10


Masa tugas kepengurusan Badan Amil Zakat selama 3 (tiga) tahun

Pasal 11
(1)    Ketua Badan pelaksana Badan Amil Zakat bertindak dan bertanggung jawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat baik kedalam maupun keluar.
(2)    Untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, Badan Pclaksana pada Badan Amil Zakat melaksanakan tugasnya secara profesional dalam penuh waktu (full time).
(3)    Unsur Badan Pelaksana yang akan melaksanakan tugasnya secara full time sebgaimana dimaksud ayat (2) ditas, ditetapkan dengan Keputusan Walikota atas usul ketua Badan Pelaksana Amil Zakat

Bagian Kedua
Tata Kerja

Pasal 12
Setiap Pelaksana Badan Amil Zakat menyampaikan laporan kepada ketua Pelaksana melalui Sekretaris dan sekretaris menampung laporan tersebut serta menyusun laporan berkala Badan Amil Zakat.

Pasal 13

Setiap laporan yang diterima oleh Ketua Badan Pelaksana wajib diolah dan digunakan sebagai bahan untuk penyusunan laporan lebih lanjut dan untuk mamberikan arahan pada seksi-seksi.

Pasal 14

Dalam melakukan tugasnya setiap Badan Pelaksana dibantu oleh staf dalam rangka pembinaan, bimbingan kepada seksi-seksi, dan wajib mengadakan rapat berkala.

BAB VI
PEMBENTUKKAN UNIT PENGUMPUL ZAKAT

Pasal 15
(1)    Unit Pengumpul Zakat yang disingkat UPZ adalah Satuan organisasi yang dihentuk oleh Badan Amil Zakat dengan  tugas untuk melayani Muzakki yang membayarkan Zakatnya.
(2)    Badan Amil Zakat membentuk Unit Pengumpul Zakat pada Instansi/ Lembaga Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD dan Perusahaan Swasta, Koperasi serta lembaga-lembaga keagamaan yang berkedudukan di Bukittinggi.
(3)    Unit pengumpul Zakat di bentuk dengan Keputusan Ketua Badan Pelaksana, Badan Amil Zakat.
(4)    Unit pengumpul Zakat melakukan pengumpulan dana zakat, infaq, shadaqah, hibbah, wasiat, waris, dan kafarat pada unit masing-masing dengan menggunakan formulir yang dibuat oleh Badan Amil Zakat dan hasilnya disetorkan kepada Badan Amil Zakat.

BAB VII
FENGUMPULAN ZAKAT
Pasal 16
(1)    Pengumpulan Zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat dengan cara :
a.       Menerima atau memgambil dan Muzakki atas dasar pcmberitahuan dan Muzakki.
b.       Badan Amil Zakat dapat bekerja sama dengan Bank dalam pengumpulan Zakat harta Muzakki yang berada di Bank atas pemberitahuan Muzakki.
(2)    Muzakki melakukan penghitungan sendiri hartanya dan kewajiban Zakatnya berdasarkan hukum agama :
a.       Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri harta dan kewajiban Zakatnya sebagaimana dimaksud diatas, Muzakki dapat minta bantuan kepada Badan Amil Zakat untuk menghitungnya
b.       Zakat yang dibayarkan kepada Badan Amil Zakat adalah prosentase yang ditetapkan oleh agama (2 ½ %, 5 %, 10 %, 20 %) terhadap harta yang berkembang yang telah mencapai nisabnya.
c.       Sebagai pedoman dalam penghitungan zakat dapat dipergunakan buku pedoman praktis tentang Zakat halaman 10 s/d 16 yang diterbitkan oleh Badan Amil Zakat Kota Bukittinggi Tahun 1423 H/2002 M.
(3)    Badan Amil Zakat wajib menerbitkan bukti setoran sebagai tanda terima atas setiap zakat yang diterima.
(4)    Bukti setoran zakat sebagaimana tersebut pada ayat (3) pasal ini harus mencantumkan hal-hal sebgai berikut :
a.       Nama, Alamat, dan Nomor lengkap pengesahan Badan Amil Zakat.
b.       Nomor urut bukti setoran
c.       Nama, alamat Muzakki dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), apabila zakat penghasilan yang dibayarkan dikurangkan dan penghasilan kena pajak, Pajak Penghasilan.
d.       Jumlah zakat atas penghasilan yang disetor dalam angka dan huruf serta dicantumkan Tahun Haul.
e.       Tanda tangan, nama, jahatan petugas Badan Ainii Zakat, tanggal penerimaan dan setempel Badan Amil Zakat.
(5)    Bukti setoran zakat tersebut dibuat dalam rangkap tiga :
a.       Lemhar kesatu (asli) wama putih di berikan kepada Muzakki yang dapat digunakan sebagai bukiti pengurangan penghasilan kena pajak, Pajak Penghasilan.
b.       Lembar Kedua warna merah muda diberikan kepada Badan Amil Zakat;
c.       Lembar ketiga wama biru digunakan sebagai arsip Bank penerima apabila zakat disetorkan melalui Bank.

BAB VIII
PENDISTRIBUSIAN PENDAYAGUNAAN
DAN PENGEMBANGAN ZAKAT


Pasal 17
(1)    Setiap penerimaan zakat fitrah oleh UFZ, 87 ½% didistribusikan pada Fuqara dan Masakin di.daerah UPZ sendiri, selebihinya disetorkan pada Badan Amil Zakat.
(2)    Pendistribusian atau pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk Mustahiq yang konsumtif dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut :
a.       Hasil pendataan dan penelitian kebenaran Mustahiq delapan Asnaf yaitu Fakir, Miskin, Amil, Muallaf, Riqab, Gharim, Sabilillah dan Ibnussabil.
b.       Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan..
c.       Mendahulukan Mustahiq dalam wilayah Kota Bukittinggi.
(3)    Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha yang produktif dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut :
a.       Apabila pendayagunaan zakat sebagaimana di maksud ayat (1) sudah terpenuhi dan ternyata masih terdapat sisa lebih.
b.       Terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan.
c.       Mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Pertimbangan.

Pasal 18
Prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud Pasal 17 ayat (2) ctitetapkan sebagai berikut :
a.       Melakukan studi kelayakan.
b.       Menetapkan jenis usaha produktif.
c.       Melakukan bimbingan dan penyuluhan..
d.       Melakukan pemantauan pengendalian dan pengawasan.
e.       Mengadakan evaluasi.
f.         Membuat laporan.
Pasal 19
(1)          Hasil penerimaan lnfaq, Shadaqah, Hibbah, Wasiat dan Kafarat didayagunakan terutama untuk usaha produktif setelah mmenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 18.
(2)          Bagi warga masyarakal yang telah ditetapkan sebagai Muzakki atau mengetahui bahwa ia termasuk Muzakki, harus membayarkan zakatnya melalui Badan yang telah ditetapkan

Pasal 20
Badan Amil Zakat disamping, tugasnya melakukan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan dapat juga melakukan pengembangan dalam bentuk usaha lainnya.

BAB IX
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PELAPORAN


Pasal 21
(1)    Dalam melaksanakan tugasnya Badan Amil Zakat bertanggung jawab dan melaporkan hasilnya kepada Wali.kota.
(2)    Badan Amil Zakat memberikan laporan tahunan atas pelaksanaan tugasnya kepada DPRD paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun.

BAB X
ANGGARAN


Pasal 22
(1)    Anggaran kegiatan Badan Amil Zakat bersumber dari dana APBD dan dana Zakat bagian Amil.
(2)    Penggunaan anggaran tersebut ayat (1) harus berpedoman kepada ketentuan dan peraturan yang berlaku.


BAB Xl
KEWAJIBAN DAN PENINJAUAN ULANG
TERHADAP PEMBENTUKAN BADAN AMIL ZAKAT


Pasal 23
(1)    Badan Amil Zakat memilki kewajiban sebagai berikut:
a.       Segera melakukan kegiatan sesuai program kerja yang telah dibuat.
b.       Menyusun laporan tahunan yang didalamnya termasuk laporan keuangan.
c.       Mempublikasikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawas pemerintah yang berwenang melalui media masa selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir.
d.       Menyerahkan laporan tersebut kepada Walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
e.       Merencanakan kegiatan tahunan
f.         Mengutamakan pendistribusian dan pendayagauaan dana zakat yang terkumpul.
(2)    Badan Amil Zakat dapat ditinjau ulang pembentukkannya apabila tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)    Mekanisme peninjauan ulang terhadap Badan Amil Zakat tersebut melalui.tahapan sebagai berikut :
a.       Diberikan peringatan secara tertulis oleh Walikota yang telah membentuk Badan Amil Zakat itu;
b.       Bila peringatan telah dilakukan sebanyak tiga kali dan tidak ada perbaikan, maka peinbentukkan dapat ditinjau ulang dan Walikota dapat membentuk kembali Badan Amil Zakat dengan Susunan Pengurus yang baru atas usul Kepala Kantor Departemen Agama Kota Bukittinggi.

BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasa1 24
(1)    Setiap pengelola zakat karena kelalaiannya tidak mencatat atau mencatat dengan tidak benar harta zakat, infaq. shadaqah, hibbah, wasiat, waris dan kafarat diancam dengan hukuman kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 30.000.000,- (Liga puluh juta rupiah) sesuai dengau Pasal 21 ayat (1) Undang-undang nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
(2)    Orang atau Badan yang melakukan pengumpulan, pendistrrbusian dan pendayagunaan zakat selain dan Badan Amil Zakat yang diatur dalam Peraturan Daerah ini atau orang/badan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat diancam dengan hukuman kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah)
(3)    Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) di atas merupakan pelanggaran.

BAB XIII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 25
(1)    Selain pejabat penyidik Polri, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 25 Peraturan Daerah ini daput juga dilakukan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerinta.h Daerah Kota Bukittinggi yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku
(2)    Dalam melakukan tugas penyidikan, pejabat penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini berwenang:
a.       Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.
b.       Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan
c.       Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan kegiatannya dan memeriksa tanda pengenal dan tersangka
d.       Melakukan peniyitaan benda dan atau surat
e.       Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
f.         Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
g.       Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungaimya dalam pemeriksaan perkara
h.       Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dan penyidik Polri bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik Polri memberitahukan hal tersebut kepada penuntut Umun,. Tersangka atau keluarganya
i.         Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan
(3)    Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini membuat Berita Acara setiap tindakan tentang:
a.       Pemeriksaan tersangka
b.       Pemasukkan rumah
c.       Penyitaan benda
d.       Pemeriksaan surat
e.       Pemeriksaan saksi
f.         Pemeriksaan tempat kejadian
(4)    Berita Acara sebagaimana dimaksud ayat (3) pasal ini diteruskan kepada Kejaksaan Negeri melalui Penyidik Polri.

BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 26
Selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak diundangkannnya Peraturan Daerah ini organisasi atau institusi pengelolaan zakat yang telah ada wajib menyesuaikan menurut ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
(1)    Hal-hal yang helum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang berkaitan dengan pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan keputusan Walikota.
(2)    Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkannnya dalam Lembaran Daerah Kota Bukittinggi.
Ditetapkan diBukittinggi
pada tanggal 30 Juni 2004
WALIKOTA BUKITTINGGI

DJUFRI



Diundangkan di Bukittinggi
Pada tanggal 30 Juli 2004
Sekretaris DAERAH KOTA BUKIT TINGGI

Drs. H. KHAIRUL
Nip. 410003446

LEMBARAN DAERAH KOTA BUKITTINGGI TAHUN 2004 NOMOR 41

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...